BeritaTimes.com, Jakarta – Satelit NASA merekam keanehan muncul di Antartika. Walaupun ada perubahan iklim yang tejadi dan suhu global rata-rata meningkat, namun dalam beberapa tahun terakhir Antartika memperoleh massa es.
Sekitar dua dekade periset Universitas Tongji di Shanghai melacak perubahan lapisan es dengan memakai data satelit NASA. Secara umum menemukan hilangnya es substansial tetapi Antartika mendapatkan kembali sebagian es yang hilang dari tahun 2021 sampai tahun 2023.
Bukan berarti pemanasan global yang terjadi serta perubahan iklim berbalik dengan ajaib, Adanya penambahan es tetap sulit menggantikan banyaknya es yang sudah hilang.
Peningkatan es dihubungkan dengan anomali yang menjadi sebab curah hujan meningkat sehingga memicu lebih banyak es terbentuk.
Menurut Antarctic and Southern Ocean Coalition Lapisan es Antartika lebih besar dari seluruh AS, dan merupakan massa es terbesar di Bumi. Lapisan es benua dingin ini menampung 90% air tawar serta di kelilingi laut beku.
Dari analisis data satelit Gravity Recovery And Climate Experiment (GRACE) dan GRACE Follow-On NASA dalam Studi di jurnal Science China Earth Sciences yang sejak 2002 memantau lapisan es, mengemukakan bahwa pentingnya dalam mempelajari perubahan lapisan es karena pencairannya melepas air ke laut, yang menjadi pendorong utama kenaikan permukaan air laut.
Antara tahun 2002 dan tahun 2020 lapisan es mengalami periode hilangnya es, hilangnya es tersebut semakin cepat pada paruh kedua periode itu, dari hilang rata-rata sekitar 81 milliar ton per tahun 2002 dan 2010 meningkat menjadi sekitar 157 miliar ton antara tahun 2011 dan 2020.
Meningkatnya jumlah lapisan es yang hilang antara tahun 2011 dan 2020 berubah menjadi bertambahnya massa lapisan es yaitu pada tahun 2021 sampai 2023 dengan laju pertambahan rata-rata mencapai sekitar 119 miliar ton per tahun. Adapun empat gletser di Antartika timur juga mengalami perubahan dengan pertambahan massa es yang signifikan.
“Ini tidak terlalu aneh. Dalam iklim lebih hangat, atmosfer dapat menahan lebih banyak kelembapan,” Ujar Tom Slater, peneliti lingkungan di Universitas Northumbria di Inggris.
“Ini meningkatkan kemungkinan cuaca ekstrem seperti hujan salju lebat yang menyebabkan pertambahan massa baru-baru ini di Antartika Timur,” tambahnya.